MAKALAH
POTRET KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA
BANI ABBASIYYAH
Ditulis Dalam
Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Sri Andri Astuti, M. Ag
Disusun Oleh :
Nama
|
:
|
Sefi
Ruswaningsih (1286312)
Siti Nur Halimah
Eri Ulfiana Zain
|
Jurusan
|
:
|
|
Prodi
|
:
|
P B A
|
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAIN)
JURAI SIWO
METRO LAMPUNG
2013/2014
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah Subhanahu
Wata’ala. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW, besarta sahabat, keluarga dan seluruh pengikut beliau
hingga akhir zaman. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Potret Kejayaan Pendidikan Islam Masa Bani Abbasiyah”.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini
tentunya masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan demi perbaikan kami di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Metro, April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang Masalah
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
B. Tingkat-Tingkat Pengajaran Pada Masa Abbasiyah
C. Lembaga-Lembaga Pendidikan Pada masa Abbasiyah
D. Metode Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
E. Kurikulum Pada Masa Abbasiyah
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa pemerintahan bani Abbasyiyah merupakan puncak
perkembangan pendidikan Islam di dunia. Selama pemerintahan bani Abbasyiyah,
banyak bidang pendidikan Agama maupun bidang pendidikan umum yang muncul
beserta tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan pendidikan tersebut.
Pendidikan Islam yang sangat berkembang pada masa
Bani Abbasyiyah yaitu pada pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Pada masa pemerintahan
Harun Ar-Rasyid, pendidikan Islam sangat berkembang pesat sehingga banyak
ilmu-ilmu baru yang sampai saat ini terus dikembangkan, misalnya dalam ilmu
umum diantaranya bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, dan
lain-lain. Juga dalam ilmu agama diantaranya tafsir, kalam, tasawuf, dan
lain-lain. Dalam makalah ini akan membahas mengenai kemajuan-kemajuan pendidikan
yang dicapai pada masa pemerintahan bani Abbasiyah.
B. Rumusan masalah
1.
Apa saja
lembaga-lembaga yang ada pada masa bani Abbasiyah?
2.
Apa saja metode yang diterapkan dan materi
yang digunakan dalam pendidikan pada
masa Abasiyah?
3.
Bagaimana kurikulum pendidikan
yang diterapkan pada masa bani Abbasiyah ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
lembaga-lembaga yang ada pada masa bani Abbasiyah.
2.
Mengetahui metode dan materi pendidikan yang
ada pada masa Abbasiyah.
3.
Mengetahui kurikulum
pendidikan yang terapkan pada masa bani Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan
Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasyiyah
Popularitas
daulah Abbasyiyah
mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya
Al-Ma’mum (813-833 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli ibadah, senang bershadaqah, sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai
para ‘ulama, senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para
‘ulama. Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan
berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan
penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah
satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang
besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di
samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan
berdiskusi.
Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan
yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling
tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah
negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.[1]
B.
Tingkat-Tingkat Pengajaran Pada Masa
Abbasiyah
Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari
beberapa tingkat, yaitu:
1. Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi
anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di
toko-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan
meliputi: membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam,
menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal syair-syair atau
prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya.[2]
2. Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu
pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran yang
diajarkan melipuri: Al-Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu,
Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran,
dan juga musik.
3. Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul
Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya
perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan:
a. Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta
kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya
ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi:
Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.
b. Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun
menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi:
Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, Falak, Ilahiyah
(ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran.[3]
C. Lembaga-Lembaga Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Sebagaimana banyak dicatat dalam berbagai sumber sejarah, bahwa zaman
dinasti Abbasiyah adalah zaman keemasan Islam (golden age) yang ditandai
oleh kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban yang mengagumkan,
yang dapat dibuktikan keberadaannya, baik melalui berbagai sumber informasi
dalam buku-buku sejarah maupun melalui pengamatan empiris di berbagai wilayah
di belahan dunia yang pernah dikuasai Islam, seperti Irak, Spanyol, Mesir dan
sebagian dari Afrika Utara.
Berbagai kemajuan yang
dicapai dunia Islam tersebut tidak mungkin terjadi tanpa didukung oleh kemajuan
dalam bidang pendidikan, karena pendidikanlah yang menyiapkan sumber daya
insane yang menggerakkan kemajuan tersebut. adapun gambaran keadaan pendidikan
di zaman Bani Abbasiyah sebagai berikut.
Selain masjid, kuttab,al-badiah, istana, perpustakaan dan al-bimaristan,
pada zaman Dinasti Abbasiyah ini telah berkembang pula lembaga pendidikan,
berupa toko buku, rumah para ulama, majelis al-ilmu, sanggar kesusastraan,
observatorium, dan madrasah.
a.
Toko Buku (al-Hawanit al-Warraqien)
Kemajuan dalam ilmu pengetahuan tersebut mendorong lahirnya indistri
perbukuan, dan industry perbukuan mendorong lahirnya toko-toko buku. Di
beberapa kota atau negara yang di dalamnya terdapat toko-toko buku,
menggambarkan bahwa kota atau negara tersebut
telah mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan.
b.
Rumah-rumah Para Ulama (Manazil al-Ulama)
Di antara rumah yang sering digunakan untuk kegiatan ilmiah adalah rumah
al-Rais Ibn Sina. Dalam hubungan ini al-Jauzajani berkata kepada sahabatnya,
bahwa pada setiap malam ia berkumpul di rumah Ibn Sina untuk menimba ilmu, dan
membaca kitab al-Syifa’ dan sebagian lain ada yang membaca kitab al-Qanun. Abu
Sulaiman al-Sijistani juga menggunakan rumahnya untuk kegiatan orang-orang yang
mau menimba ilmu, dan dia menggunakan rumahnya untuk para ulama senior untuk
memvalidasi bacaan-bacaannya.
Selanjutnya rumah yang sering digunakan sebagai majelis
ilmu yang didatangi para pelajar dan para guru untuk mematangkan ilmunya adalah
rumah Imam al-Ghazali (504 H) yang menerima para siswa di rumahnya, setelah ia
berhenti sebagai guru di Madrasah al-Nidzamiyah di Nisafur, serta menuntaskan
pejalanan spiritualnya, yaitu mengerjakan ibadah haji, beriktikaf di masjid
al-Amawiy di Damaskus serta menulis kitabnya yang terkenal Ihya’ Ulum
al-Din. Demikian pula rumah Ya’kub bin Kalas wazir al-Aziz billah
al-Fathimy, rumah al-Sulfiy Ahmad bin Muhammad
Abu Thahir di Iskandariyah digunakan sebagai tempat untuk kegiatan
ilmiah.
c.
Sanggar Sastra (al-Sholun al-Adabiyah)
Sanggar sastra ini mulai tumbuh sederhana pada masa
Bani Umayyah kemudian berkembang pesat pada zaman Abbasiyah, dan merupakan
perkembangan lebih lanjut dari perkumpulan yang ada pada zaman Khulafa’
al-Rasyidin. Di sanggar sastra ini terdapat ketentuan kode etik yang khusus. Dalam
hubungan ini Ibn Abd Rabbih, al-Muqri dan al-Maqrizi berkata berkata, bahwa
sanggar sastra tidak bisa menerima setiap orang yang menginginkannya, melainkan
sanggar tersebut hanya dibolehkan untuk kelompok orang tertentu.
d.
Madrasah
Dalam sejarah, madrasah ini mulai muncul di zaman
khalifah Bani Abbas, sebagai kelanjutan dari pendidikan yang dilaksanakan di
masjid dan tempat lainnya. Dalam kaitan ini, Ahmad Tsalabi berpendapat, bahwa
ketika minat masyarakat untuk mempelajari ilmu di Halaqah yang ada di masjid
makin meningkat dari tahun ke tahun, dan menimbulkan kegaduhan akibat dari
suara para pengajar dan siswa yang berdiskusi dan lainnya yang mengganggu
kekhusukan shalat. Selain itu, berdirinya madrasah ini juga karena ilmu
pengetahuan dan berbagai keterampilan semakin berkembang, dan untuk mengajarkannya
diperlukan guru yamg banyak, peralatan belajar mengajar yang lebih lengkap,
serta pengaturan administrasi yang lebih tertib. Selain itu, madrasah juga didirikan dengan
tujuan untuk memasyarakatkan ajaran atau paham keagamaan dan ideology tertentu.
e.
Perpustakaan dan Observatorium
Tempat-tempat ini juga digunakan sebagai tempat belajar mengajar dalam arti
luas, yaitu belajar bukan dalam arti menerima ilmu dari guru sebagaimana yang
umumnya dipahami, melainkan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa
(student centris), seperti belajar dengan cara memecahkan masalah,
eksperime, belajar sambil bekerja (learning be doing), dan penemuan (inquiri). Kegiatan belajar
yang demikian itu dilakukan bukan hanya di kelas, melainkan di lembaga-lembaga
pusat kajian ilmiah.
f.
Al-Ribath
Secara harfiah al-ribath berarti ikatan yang mudah di buka.
Sedangkan dalam arti yang umum, al ribath adalah tempat untuk melakukan
latihan, bimbingan, dan pengajran bagi calon sufi. Di dalam al-ribath
tersebut terdapat beberapa ketentuan atau komponen yang terkait dengan
pendidikan tasawuf, misalnya komponen guru yang terdiri dari syekh (guru
besar), mursyid (guru utama), mu’id (asisten guru), dan mufid
(fasilitator). Murid pada al-ribath dibagi sesuai dengan tingkatannya,
mulai dari ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah. Adapun bagi yang lulus diberikan
pengakuan berupa ijazah.[4]
D. Metode Pendidikan Pada Masa
Abbasiyah
Dalam proses belajar mengajar, metode
pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek pendidikan/pengajaran yang
sangat penting guna mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru
kepada para muridnya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi
dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap dan memahami
dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah metode
pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:
lisan, hafalan, dan tulisan.
1. Metode Lisan
Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi.
Metode dikte (imla’) adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap
baik dan aman karena dengan imla’ ini murid mempunyai catatan yang akan
dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada masa
klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki.
2. Metode ceramah
Metode ceramah disebut juga
metode as-sama’, sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku
dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya.Metode qiro’ah biasanya
digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas
pada masa ini.
3. Metode Menghafal
Metode menghafal Merupakan
ciri umum pendidikan pada masa ini.Murid-murid harus membaca secara
berulang-ulang pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu
pelajaran berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam proses
selanjutnya murid akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan
pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat
merespons, mematahkan lawan, atau memunculkan sesuatu yang baru.
4. Metode Tulisan
Metode tulisan dianggap metode yang paling
penting pada masa ini.Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam
pengkajian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan
ilmu murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses
penguasaan ilmu pengetahuan juga sangat
penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini belum
ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku
sedikit teratasi.[5]
E.
Kurikulum Pada Masa Abbasiyah
Kurikulum pendidikan pada zaman Bani Abbasiyah dari
segi muatannya telah mengalami perkembangan, sebagai akibat dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Namun dari segi susunan atau konsepnya belum seperti yang dijumpai di masa
sekarang. Kurikulum pada masa itu lebih merupakan susunan mata pelajaran yang
harus diajarkan pada peserta didik sesuai dengan sifat dan tingkatannya.
Kurikulum pendidikan ini misalnya terlihat dalam pembagian ilmu yang
dikemukakan para tokoh sebagai berikut.
1.
Kurikulum Menurut Al-Ghazali
Ia membagi ilmu dalam tiga pendekatan. Pertama, pembagian ilmu dari segi
sumbernya. Kedua, pembagian ilmu dilihat dari segi jauh dekatnya dengan Tuhan.
Dan yang ketiga, pembagian ilmu dari segi hukumnya.
Menurut al-Ghazali, bahwa dilihat dari segi sumbernya, ada ilmu yang
bersumber dari syariat (Al-Qur’an dan Al-Hadis), dan ilmu yang sumbernya bukan
dari syariat. Selanjutnya dilihat dari segi obyeknya: 1) ada ilmu pengetahuan
yang tercela secara mutlak , baik sedikit maupun banyak, seperti sihir, azimat,
nujum dan ilmu tentang ramalan nasib. Ilmu ini tercela, karena tidak memiliki
sifat manfaat, baik di dunia maupun di akhirat. 2) ilmu pengetahuan yang
terpuji, baik sedikit maupun banyak. Seperti ilmu agama dan ilmu tentang
peribadatan. 3) ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu, terpuji, tetapi
jika mendalaminya tercela, seperti filsafat naturalisme.
Selanjutnya dilihat dari segi hukum mempelajarinya
dalam kaitannya dengan nilai gunanya, ilmu pengetahuan dapat digolongkan: 1)
ilmu fardhu ‘ain yang wajib dipelajari setiap individu, seperti ilmu agama dan
cabang-cabangnya. 2) ilmu fardhu kifayah, ilmu ini tidak wajib dipelajari oleh
setiap muslim, melainkan cukup jika di antara kaum muslimin ada yang
mempelajarinya. Dan jika seorang pun di antara kaum muslim tidak ada yang mempelajarinya,
maka mereka akan berdosa. Di antara yang tergolong fardhu kifayah adalah ilmu
kedokteran, ilmu hitung, pertanian, pertenunan, politik, pengobatan tradisional
dan jahit menjahit.[6]
2. Kurikulum Menurut Ibn Khaldun
Ibn Khaldun menyusun kurikulum sesuai dengan akal dan
kejiwaan peserta dididk, dengan tujuan agar pesrta didik menyukainya dan
bersungguh-sungguh mempelajarinya. Ibn Khaldun membagi ilmu menjadi 3 macam.
a.
Kelompok ilmu lisan (bahasa), ilmu tentang bahasa
(gramatika), sastra dan bahasa yang tersusun secara puitis (syair).
b.
Kelompok ilmu naqli, yaitu ilmu yang di
ambil dari kitab suci dan sunnah Nabi.
c.
Kelompok ilmu aqli, yaitu ilmu yang
diperoleh melalui kemampuan berfikir. Proses perolehan tersebut dilakukan
melalui pancaindra dan akal.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Masa pemerintahan
bani Abbasyiyah merupakan puncak perkembangan pendidikan Islam di dunia. Popularitas daulah Abbasyiyah
mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya
Al-Ma’mum (813-833 M).
Tingkat-Tingkat Pengajaran pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
1.
Tingkat sekolah rendah,
2.
Tingkat sekolah menengah,
3.
Tingkat perguruan tinggi.
Lembaga-Lembaga
Pendidikan
pada masa Abbasiyah:
1.
Toko Buku (al-Hawanit al-Warraqien),
2.
Rumah-rumah Para Ulama (Manazil al-Ulama),
3.
Sanggar Sastra
(al-Sholun al-Adabiyah),
4.
Madrasah,
5.
Perpustakaan dan Observatorium,
6.
Al-Ribath.
Metode Pendidikan
Pada Masa Abbasiyah:
1.
Metode Lisan,
2.
Metode ceramah ,
3.
Metode Tulisan.
kurikulum pada masa Abbasiyah:
1.
Kurikulum Menurut Al-Ghazali,
2.
Kurikulum Menurut Ibn Khaldun.
.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin, 2011. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana
Perdana Media Group
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Suwito. 2008. Sejarah Sosial Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II.
Jakarta : PT. Raja Grafindo.
http://ratih-nurafriani.blogspot.com/2012/03/pendidikan-islam-pada-masa-bani.html
[1]
http://ratih-nurafriani.blogspot.com/2012/03/pendidikan-islam-pada-masa-bani.html
(28 Maret 2014)
[2]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2000), hal. 54.
[3] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004) , 57-83.
[4]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (
Jakarta : Kencana Perdana Media Group, 2011 ), hal 162.
[5]Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,
(Jakarta. Kencana, 2008) hal. 14.
[6] Abudin Nata, Op.cit, hal. 163.
0 komentar:
Posting Komentar